Jakarta - Bermula dari niat membantu anak-anak penderita autisme, empat mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, mengembangkan aplikasi bernama Cakra. Kini, Cakra mulai menuai manfaat dan digunakan sebagai alat bantu terapi autisme.
"Aplikasi kami sudah digunakan di Cakra Autism Center di Surabaya. Sudah satu tahun," terang Nurul Wakhidatul Ummah, mewakili teman-temannya yang tergabung dalam tim DigiD2.
Dijelaskan olehnya, Cakra berisi beragam bentuk pembelajaran dan permainan yang khusus dikembangkan bagi penyandang autis, melalui teknologi interaktif yang dilengkapi hardware tambahan berupa sensor Kinect dan tombol khusus yang disebut Prompt Button atau Proton.
Ditambahkan Nurul, aplikasi ini juga bisa dimanfaatkan sebagai terapi penderita ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), Down Syndrome, retardasi mental dan lambat belajar.
Bersama tiga anggota tim lainnya Muhammad Rizki Habibi, Mentari Queen Glossyta dan Fiandra Fatharani, Nurul mengaku sejak awal mereka memang fokus membuat aplikasi untuk penderita autisme.
Diakui Nurul, dalam pengembangan Cakra, Tim DigiD2 kerap menemukan pengalaman menarik, bahkan menyentuh, yang membuat mereka semakin terpacu membuat aplikasi mereka lebih baik.
"Waktu itu pernah ada orangtua yang menelepon, menceritakan kondisi anaknya. Berminat mau beli, tapi waktu itu ketika dilombakan pertama kali aplikasinya belum jadi. Mereka tanya, kapan selesainya," kenang Nurul.
"Aplikasi kami sudah digunakan di Cakra Autism Center di Surabaya. Sudah satu tahun," terang Nurul Wakhidatul Ummah, mewakili teman-temannya yang tergabung dalam tim DigiD2.
Dijelaskan olehnya, Cakra berisi beragam bentuk pembelajaran dan permainan yang khusus dikembangkan bagi penyandang autis, melalui teknologi interaktif yang dilengkapi hardware tambahan berupa sensor Kinect dan tombol khusus yang disebut Prompt Button atau Proton.
Ditambahkan Nurul, aplikasi ini juga bisa dimanfaatkan sebagai terapi penderita ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), Down Syndrome, retardasi mental dan lambat belajar.
Bersama tiga anggota tim lainnya Muhammad Rizki Habibi, Mentari Queen Glossyta dan Fiandra Fatharani, Nurul mengaku sejak awal mereka memang fokus membuat aplikasi untuk penderita autisme.
Diakui Nurul, dalam pengembangan Cakra, Tim DigiD2 kerap menemukan pengalaman menarik, bahkan menyentuh, yang membuat mereka semakin terpacu membuat aplikasi mereka lebih baik.
"Waktu itu pernah ada orangtua yang menelepon, menceritakan kondisi anaknya. Berminat mau beli, tapi waktu itu ketika dilombakan pertama kali aplikasinya belum jadi. Mereka tanya, kapan selesainya," kenang Nurul.
Membuat aplikasi untuk keperluan terapi seperti ini tak mudah. Terutama yang menjadi kesulitan adalah, tak satu pun dari tim DigiD2 yang kesemuanya adalah mahasiswa Teknik Informatika, paham tentang psikologi.
"Kita gak ada yang dari psikologi. Padahal untuk membuat aplikasi seperti ini harus tahu standar cara belajar anak-anak autis, berbeda dengan cara belajar biasa," terang Nurul.
Untuk itu, mereka pun meminta bantuan ahli autis Dr. Illy Yudiono, sebagai pembimbing mereka. Pemilik Cakra Autism Center di Surabaya ini juga lah yang mendukung penuh pengembangan aplikasi Cakra.
Saat ini, Cakra dilombakan di ajang Imagine Cup 2014 yang digelar Microsoft. Menjadi pemenang tingkat nasional untuk kategori World Citizenship, Cakra akan mewakili Indonesia bertanding di babak World Semifinal Imagine Cup 2014.
Kemenangan ini tentunya membuat Tim DigiD2 semakin terpacu mengerahkan ide dan kerja keras. Mereka berharap bisa lolos di World Semifinal dan lanjut ke babak World Final yang akan digelar di Seattle, Amerika Serikat.
Meski demikian, sejalan dengan niat semula, yang terpenting bagi Nurul dan kawan-kawan adalah bagaimana bisa memberikan kontribusi pada lingkungan sekitar. Dalam hal ini adalah menolong para penderita autisme yang menjadi fokus mereka.
"Menang kompetisi cuma bonus. Kami hanya ingin membantu anak-anak autis," tutup Nurul mantap.
"Kita gak ada yang dari psikologi. Padahal untuk membuat aplikasi seperti ini harus tahu standar cara belajar anak-anak autis, berbeda dengan cara belajar biasa," terang Nurul.
Untuk itu, mereka pun meminta bantuan ahli autis Dr. Illy Yudiono, sebagai pembimbing mereka. Pemilik Cakra Autism Center di Surabaya ini juga lah yang mendukung penuh pengembangan aplikasi Cakra.
Saat ini, Cakra dilombakan di ajang Imagine Cup 2014 yang digelar Microsoft. Menjadi pemenang tingkat nasional untuk kategori World Citizenship, Cakra akan mewakili Indonesia bertanding di babak World Semifinal Imagine Cup 2014.
Kemenangan ini tentunya membuat Tim DigiD2 semakin terpacu mengerahkan ide dan kerja keras. Mereka berharap bisa lolos di World Semifinal dan lanjut ke babak World Final yang akan digelar di Seattle, Amerika Serikat.
Meski demikian, sejalan dengan niat semula, yang terpenting bagi Nurul dan kawan-kawan adalah bagaimana bisa memberikan kontribusi pada lingkungan sekitar. Dalam hal ini adalah menolong para penderita autisme yang menjadi fokus mereka.
"Menang kompetisi cuma bonus. Kami hanya ingin membantu anak-anak autis," tutup Nurul mantap.
sumber : detikNET
0 komentar:
Post a Comment